Kamis, Desember 26, 2013

HEART OF SWORD PART 2

" Artemis...??"

Aku terperanjat mendengar suara itu. Buru-buru aku menghapus air mataku. Mataku menatap sosok laki-laki di hadapanku. Rambutnya berwarna hijau panjang dan tergerai. Bibirnya tak pernah sekalipun menyunggingkan sebuah senyuman.

" Ya...Ada apa lelouch?!?" tanyaku tanpa ekspresi.

" Aku ke sini karena kapten menyuruhku memanggilmu!"

" Ya, aku segera kesana" ucapku masih tanpa ekspresi. Lelouch memandangku dingin dan pergi meninggalkanku sendiri.
Aku menghela nafas panjang, lalu aku pun membuka pintu dan segera memasuki sebuah ruangan. Ruangan itu sangat luas, gelap, dan menyeramkan. Hanya orang yang di panggil kapten saja yang boleh masuk. Sebab di ruangan itu terdapat pintu rahasia yang tak boleh dibuka kecuali kapten sendiri. Bahkan Lelouch, tangan kanan kepercayaan kapten, tak pernah sekalipun masuk ke dalamnya.

" Kapten memanggilku??" tanyaku kemudian.
Aku menunggu jawaban kapten yang berdiri membelakangiku

"Ya... Aku memang memanggilmu..." seru kapten Ardness. Suaranya terdengar berat. Ia pun berbalik dan menatapku. Tatapan Matanya sangat tajam hingga dapat menembus hati. Warna matanya hitam dan begitu kelam. Wajahnya pucat seperti terpahat es. Laki-laki inilah yang mengubah namaku menjadi Artemis.

" Apa yang ingin kau bicarakan denganku kapten??" tanyaku lagi.

Kapten menaikkan sebelah alisnya. Ia kemudian tersenyum tipis.

" Kau sama seperti biasa, tidak suka berbasi-basi" ujarnya ia lalu menyalakan cerutunya. Sejurus kemudian kapten menatapku, tatapannya tajam menusuk.

" Baiklah aku akan langsung ke intinya... Kau tahu Orricus kan??" tanya kapten.

Darahku langsung berdesir mendengar kata Orricus. Orricus adalah seorang Raja yang telah membunuh Ayahku. Aku memang tidak melihat langsung ketika Ayahku dibunuh.
Masih jelas dalam ingatanku ketika umurku sepuluh tahun.

Waktu itu aku baru pulang dari kebun apel. Sesampai di rumah, rumah dalam keaadaan berantakan. Dan betapa kagetnya aku mendapati Ayahku tergeletak dan tubuhnya berlumuran darah. Aku sempat shock melihatnya. Air mataku tak henti-hentinya menangis. Kemudian kapten datang menenangkanku. Kapten adalah teman Ayahku. Setelah kematian kedua orang tuaku. Aku menjadi sebatang kara. Akhirnya Kapten membawaku ke rumahnya dan mengganti namaku agar aku segera melupakan masa lalu. Kemudian olehnya aku dinamai Artemis.

" Ya... Aku tahu" jawabku dingin.
" Lalu ada masalah apa? Apa aku harus membunuhnya? Akan kulakukan!!"

Kapten tertawa mendengarnya.
" Tampaknya kau bernafsu sekali ingin membunuh Orricus" sahutnya. Ia lalu menghisap cerutunya dalam-dalam.

" Ya...tentu saja aku tak akan lupa!"ujarku dingin.

" Kau benar Artemis!" sambung kapten.
" Ayahmu adalah orang baik...Tentunya kau tak akan diam saja kan, melihat arwah Ayahmu tidak tenang?"

Gigiku bergelemetukan menahan emosi. Darahku serasa mendidih. Mendengar kata Orricus membuatku muak. Ingin rasanya membunuhnya sampai keakar-akarnya.

" Aku memang memerintahkanmu untuk menghabisi istana Oricus karena inilah saat yang tepat... " sahut kapten.
" Tapi tentunya kau harus berlatih pedang dulu!"

" Kapten tak perlu khawatir. Kemampuanku bisa diandalkan" ujarku mantap.
" Aku sudah mengalahkan puluhan orang, jadi kupikir aku bisa mengalahkan Orricus"

Kapten menggelengkan kepalanya
" Itu belum cukup untuk jadi kuat" katanya.
Matanya kembali menatapku.
" Orricus sangat kuat. Dan apa kau tahu? Orricus memiliki seorang putra, dan kudengar sangat mahir dalam soal pedang. Jadi kau harus berhati-hati..." ujarnya.

Ia lalu mendekatiku dan memberikanku sebuah pedang.

" Kau harus ingat, nyawa Ayahmu harus di bayar dengan nyawa" bisiknya.
Aku mengamati pedang pemberian kapten ketika sampai di kamarku. Pedang itu masih terbungkus sarung. Kubuka sarungnya dengan hati- hati. Tampaklah sebuah Pedang panjang dan berkilat-kilat terkena cahaya. Bentuknya runcing. Sangat tajam dan mampu merobek apapun yang mengenainya.

" Kau harus ingat, nyawa Ayahmu harus dibayar dengan nyawa!!" kata-kata kapten terus terngiang-ngiang di telingaku.

Ya nyawa Ayahku harus di bayar dengan nyawa Orricus!

Tanpa sadar kuayunkan pedang itu.

" BRAKK...!!!!"

Sebuah kursi terbelah menjadi dua. Rupanya aku terbawa emosi, sehingga tanpa sadar aku membelahnya. Napasku tak karuan, aku terduduk lemas. Wajah Ayah kembali berkelabat dalam benakku. Wajah yang tersenyum saat aku melihatnya membuat pedang.

" Kau tahu satu hal Nak??" kata Ayah waktu itu.
" Pedang dibuat untuk membela kebenaran"

" Apa aku boleh menggunakannya ayah?" tanyaku.

" Tidak, Nak!!!"

" Kenapa Ayah? Apa karena aku masih kecil??" tanyaku lagi.

Ayahku menghela nafas panjang. Kemudian memandangku.
" Kau tahu? kebanyakan pedang digunakan untuk membunuh" ujarnya sambil menerawang.

" Sehingga terjadilah pertumpahan darah yang mengakibatkan kematian" lanjut Ayah.

" Kalau begitu kenapa Ayah mau membuat pedang kalau tahu akibatnya!?"

" Tergantung, Ayah hanya ingin membuat pedang untuk kebenaran dan harga diri... Sudahlah, nanti kau akan mengerti kalau kau sudah besar" kata Ayah sambil mengusap rambutku.

Waktu itu aku memang tak mengerti apa-apa. Yang kutahu, aku sangat kesal karena Ayah tak pernah sekalipun mengajarkan ilmu pedangnya padaku. Padahal Ayah adalah ahli pedang, disamping pembuat pedang. Aku pernah melihat pedang legendaris milik Ayah. Ada ukiran berbentuk singa di bagian pegangannya. Ketika Ayah meninggal, bersamaan itu pula lenyapnya pedang tersebut.

Aku merasa pelupuk mataku panas, dan air mataku pun mengalir. Sesaat kemudian aku kembali memandang pedang ditanganku.

Bayangan Orricus serasa menari di mataku. Aku memang tidak tahu Orricus seperti apa. Namun kata kapten keluarga Orricus mudah dikenali karena memakai kalung segitiga di lehernya dan itu adalah lambang dari kerajaan Orricus.

" Orricus.... Kau harus mati!!!" geramku.

Aku lalu bangkit dan memasukkan kembali pedang itu ke dalam sarungnya.

" Lihat saja... akan kubalaskan nyawa Ayahku padamu!!!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar